Kamis, 15 April 2010

In Between ; Diantara

Diantara.. Gelap dan Terang, Baik dan Buruk, Tangis dan Tawa, Kegagalan dan Kesuksesan, Kedamaian dan Kerusuhan, Mimpi dan Kenyataan, Pasti dan Tidak Pasti ..  

Sesuatu diantara setiap tarikan dan hembusan nafas ..  Apa yang kita rasa ?
 (Dyspnea :p maksudnya yang pasti bukan itu..)




Untuk Buah-Hati Tercinta

           Terkadang rutinitas kita sehari-hari membuat perhatian kepada anak kita menjadi  berkurang... Lalu, Apa jadinya kalau disaat-saat kita disibukkan mengerjakan ini-itu atau tiba waktu istirahat sejenak untuk melepas lelah  setelah seharian beraktivitas terganggu oleh teriakan,kerewelan atau tangisan anak kita.. mungkin di satu sisi ada rasa terusik,jengkel, ingin marah ... tapi sudah tepatkah jika kita membalas setiap tingkah lakunya dengan sikap seperti itu, dan sudah siapkah kita akan konsekuensi yang akan kita dapat setelahnya?
            Sebagai orang tua tentu kita tidak ingin kenangan-kenangan buruk seperti amarah,  ketidak-pedulian, kebencian, muncul dan membekas pada ingatan anak kita akan sosok orang tuanya. Jika kita ingin di sayang oleh anak kita, tentu kita perlu menyayangi anak kita dalam kondisi apapun. 
            Ada sebuah note yang intinya ingin saya ingat sampai kapanpun, terutama ketika bersama dengan anak saya. Ternyata arti dari sebuah kata-kata,  tangisan, rengekan, tawa,  teriakan dari bibir kecil anak kita terkandung sebuah cinta.. Cinta kepada orang tuanya... 
Ya, memang seorang anak adalah keajaiban, dan keajaiban hanya akan dapat dirasakan kehadirannya oleh orang tua yang istimewa...

 -----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Buah hati kita,mereka begitu mendamba perhatian dan kehadiran kita. Namun
mereka tak pandai merangkai kata tuk mengungkap cinta. Mereka juga tidak
mengerti cara membisikkan rasa rindunya.

Kalau Anda seorang ayah pasti sering mendengar kalimat-kalimat berikut
ini: “Ayah, aku sudah mandi”. ”Aku sudah belajar lho, Pa,”. Apa aku
boleh ikut pergi?” Kalau bapak pulang, bawakan aku es krim ya?” Yang
menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah respon kita saat itu? Apakah
tanggapan kita seindah binar mata mereka? Apakah sikap kita semanis
senyum mereka? Apakah jawaban kita sebesar harapan mereka?
Kalau kita seorang ayah, sungguh anak-anak kita itu memerlukan senyum

gagah kita. Mereka juga membutuhkan belaian sayang kita. Buah cinta kita
itu selalu merindu dekapan mesra kita. Yakinlah Anda bahwa tutur kata
manis kita amat berarti bagi hatinya. Oleh-oleh yang kita hadiahkan
begitu bermakna bagi jiwa mereka. Ketika kita mengajak mereka bepergian
rasa bangga memenuhi ruang-ruang kalbunya.

Bagi anak-anak, kita para ayah adalah pahlawan. Menurut mereka kita
adalah sosok gagah yang menentramkan hati mereka. Buah hati kita itu
amat bangga terhadap keperkasaan kita. Mereka begitu mendamba perhatian
dan kehadiran kita. Namun mereka tak pandai merangkai kata tuk
mengungkap cinta. Mereka juga tidak mengerti cara membisikkan rasa
rindunya. Mereka mencintai kita para ayah dengan bahasa yang sering tak
mampu kita mengerti. Mereka menyayangi kita dengan gaya yang sering tak
bisa kita pahami. Karena itu kita sering tak menyadari bahwa ada
makhluk-makhluk kecil yang begitu mencintai dan membutuhkan kita.

Apakah ini yang pernah dan masih kita lakukan :

1. Saat mereka mendekat, kita sering merasa terusik.

2. Ketika mereka mengajak bicara, kita sering merasa terganggu.

3. Waktu mereka bertanya, sering hati kita merasa tak nyaman.

4. Tangisan mereka seperti suara petir bagi telinga kita.

5. Teriakan mereka bagai badai yang menerjang jiwa kita.

Padahal seperti itulah cara anak-anak mencintai kita. Begitulah cara mereka
menyayangi kita. Dengan cara seperti itulah mereka ingin menyampaikan
bahwa mereka amat membutuhkan kita. Hanya cara seperti itulah yang
mereka mengerti untuk menyentuh cinta kita.
Boleh jadi kita belum mampu menjadi ayah yang indah untuk anak-anak
kita. Saat mereka menangis kita malah membentaknya. Ketika mereka
bertanya kita tidak menggubrisnya. Waktu mereka belajar, kita tidak ada
di sisi mereka. Mereka sakit tanpa ada kita di sisinya. Mereka sedih
tanpa ada yang menghiburnya. Mereka jarang kita belai. Mereka jarang
kita cium. Kadang pekerjaan kita membuat kita tak menyadari bahwa ada
yang menanti-nanti kedatangan kita hingga tertidur di depan pintu

Sudah tiba saatnya bagi kita para ayah untuk mengerti bahasa cinta
anak-anak kita. Kita harus memahami gaya mereka dalam mencintai kita.
Dengan demikian kita bisa menjadi seperti yang mereka pinta. Kita mesti
berupaya menjadi seperti yang mereka harapkan. Kita harus menjadi
pendengar yang menyenangkan saat mereka berbicara. Ketika mereka
mendekati kita sehasta, kita mendekati mereka sedepa. Sewaktu mereka
menangis, kita akan mendekapnya dengan penuh cinta. Kita juga tak akan
pernah lelah tuk berbisik mesra, ”Nak, ayah mencintaimu,”
(diambil dari kumpulan cerita penuh hikmah)